Hello migo mino miwo! *jegaje* Aku kembali hadir setelah lumayan lama ga hadir wkwk=)) Post kali ini bukan tutorial, bukan freebies, bukan sulap, bukan sihir, aku mau share cerpen terbaru aku ajaaaa;D Jadi gini, aku dikasih tugas sama guru bahasa indonesia untuk membuat sebuah cerpen, yaaa daripada cuma tesimpen di file, mending coba di share. Maaf ya kalo jelek, ga nyambung, buruk rupa, atau apalah, lagian aku kan manusia biasa punya banyak kekurangan dan aku juga bukan penulis hebat! Untuk catatan, ini bukan fakta ya, cuma fiktif doang;) Kalo mau baca cerpennya, read more! ;)
Saat
pekatnya malam sudah mengisi langit dan semilir angin sudah mulai masuk ke
kamarku melalui lubang angin, aku hanya bisa menatapnya dalam diam, dalam
kehangatan selimut yang tengah membalutku seperti kepompong. Kini, aku sendiri
berada di dalam suatu ruang yang seluruh bagiannya telah terlihat rapi dan
selalu terlihat rapi. Otakku mencoba mengingat sesuatu. Sesuatu yang terjadi
beberapa bulan yang lalu, hingga berhasil membuatku berubah total seperti
sekarang. Sesuatu yang membuatku merasa lebih tenang dan benar-benar menemukan
bagian penting dari kebahagiaanku, ketenangan. Ketenangan dalam menjalani
kehidupan. Lalu, dalam kesunyian, aku bisa dengan jelas menerawang ke masa
lalu. Beberapa bulan yang lalu.
Aku
adalah Dinar, anak yang seharusnya bahagia dengan apa yang aku punya sekarang.
Aku hidup bersama sejuta prestasi yang diimpikan banyak orang. Hidupku teratur
seperti matahari yang selalu muncul di pagi hari atau bintang yang selalu muncul
di malam hari. Selain itu, aku punya orang tua yang selalu mendorongku untuk
menjadi anak yang berprestasi dan selalu dibanggakan oleh setiap orang.
Seharusnya
aku bahagia, bahkan lebih dari sekedar bahagia. Namun, entah mengapa dengan
kehidupan yang diinginkan banyak orang seperti ini, semakin hari aku merasakan
ada yang semakin hilang dari diriku. Aku yakin, itu adalah bagian terpenting
dari semuanya, atau aku benar-benar akan berubah menjadi gadis yang aneh.
Di
sekolah, aku tidak seperti yang lainnya. Tertawa lepas, berlari-lari sambil
berteriak, atau seperti sekumpulan siswa yang sedang mendiskusikan sesuatu
dalam keheningan lalu tiba-tiba tertawa. Entah apa yang mereka pikirkan, aku
sungguh tidak tertarik untuk ikut menjadi bagian dari mereka. Beginilah
kehidupanku, bangun pagi, pergi ke sekolah, memperhatikan guru yang sedang
mengajar, mengerjakan soal, pulang ke rumah, tidur, dan begitu juga keesokan
paginya. Begitu teratur, bukan? Terkadang, aku juga harus belajar untuk
mengikuti lomba-lomba yang sungguh menguji kepintaran dan kemampuan anak
sekolah. Aku benar-benar bosan dengan hidupku.
Apa
arti kebahagiaan bagiku? Aku bisa berjalan, berteriak dan berpikir sesuka
hatiku, kapanpun aku mau. Namun, ada satu bagian dari kebahagiaan yang
benar-benar aku tidak bisa merasakannya. Aku tidak bisa menyebutkannya dengan
teori-teori yang selama ini aku pakai. Aku selalu berpikir, aku selalu dituntut
oleh setiap orang untuk melakukan yang terbaik. Setiap aku melakukannya,
sesungguhnya itu bukanlah wujud dari melakukan yang terbaik. Aku hanya sedikit
berpikir, berusaha, namun aku yakin itu bukan yang terbaik. Anehnya, aku selalu
sukses dan berhasil melakukannya dengan sangat baik dan mendapat penghargaan.
Aku melakukannya dalam kurun waktu bertahun-tahun sehingga membuatku jenuh
untuk melakukannya lagi, dan benar-benar membuatku ingin mencari kebiasaan baru
atau kegiatan baru.
Aku
sudah menetapkan, aku akan mencari bagian hilang dari kebahagiaanku. Itu adalah
kegiatan baruku sekaligus misi rahasiaku. Sampai suatu ketika, aku bertemu
dengan seorang gadis yang seumuran denganku, namun jauh berbeda denganku. Jauh
sekali, hingga aku tidak bisa melihat dengan pasti seberapa jauh kami berbeda. Aku
pernah membaca sebuah teori, bahwa dua orang sama fisik dan sama kepribadian
tidak akan bisa berada dalam dunia yang sama, singkatnya kembar identik, dan
mungkin karena aku dan dia adalah orang berbeda fisik dan berbeda kepribadian
maka kami bisa hidup dalam dunia yang sama, namun bukankah terasa aneh jika
hidup dengan seseorang yang jelas-jelas sangat berbeda denganmu, tidak ada
pemecahan masalah karena jelas pemikirannya berbeda.
Namanya, Zaza. Zaza adalah
seorang gadis yang mudah dekat dan berteman dengan siapa saja, tak jarang aku
melihat dia sedang duduk sambil menceritakan sesuatu kepada seseorang hingga
tertawa lepas, namun keesokan harinya, aku melihatnya dengan orang yang
berbeda. Berbeda denganku, yang tidak bisa begitu saja percaya dengan seseorang
untuk menceritakan sesuatu, meskipun itu hanya hal yang sama sekali tidak
penting. Bagiku, di dunia ini semuanya perlu direncanakan matang-matang, kalau
tidak, peranmu akan dimakan oleh waktu yang banyak terbuang karena berpikir
sambil mengerjakan sesuatu.
Awalnya, aku merasa risih dengan
kehadirannya yang aku sebut sebagai cara isengnya untuk mempermainkanku yang
sangat berbeda dengannya. Zaza pernah berkata, bahwa aku adalah gadis pintar
dengan segudang prestasi, juga gadis dingin misterius yang terlihat seperti
menyimpan segudang rahasia. Aku juga tidak terbebani atau merasa terganggu jika
Zaza menyuruhku untuk membuat pertemanan dengan teman-teman di sekolah. Aku
hanya akan menjawab bahwa aku sudah mencoba namun tetap tidak bisa. Atau, jika
Zaza bertanya alasannya, aku hanya akan menjawab bahwa aku tidak bisa dengan
mudahnya percaya dengan seseorang, meskipun hanya sekedar hubungan pertemanan.
Hingga suatu hari, aku mulai
memberanikan diri untuk menceritakan kronologis kehidupanku kepada Zaza. Aku
benar-benar tidak tahu apa yang saat itu sedang berada di benakku sampai aku
berani menceritakan itu kepadanya. Lalu, seperti anak kecil yang melihat
permen, mata Zaza berbinar dan kelihatan begitu tertarik mendengar ceritaku.
Aku bercerita dari awal tentang seorang gadis pintar yang punya segalanya,
hingga gadis itu mulai mencari bagian yang hilang dari kebahagiaannya.
Sebenarnya, aku merasa canggung menceritakannya, namun Zaza tidak
menghiraukannya dan tetap menantikan kelanjutan dari ceritaku. Zaza mulai tertarik
dengan kisahku.
Akhirnya, aku dan Zaza sepakat
untuk bekerjasama dalam menangani misi rahasiaku. Entahlah, sejak aku menceritakan kronologis
kehidupanku dan sepakat untuk menangani misi rahasiaku bersama, kami berdua
menjadi semakin dekat. Bahkan, anehnya Zaza sudah mulai bisa membuatku
tersenyum saat bertemu dengannya, tertawa saat dia menceritakan sebuah lelucon,
atau marah ketika dia mulai bersikap aneh. Sejak saat itu pula, aku dan Zaza
banyak menghabiskan waktu bersama. Seperti jalan-jalan, pergi ke pantai yang
kebetulan tidak begitu jauh dari rumah kami, mengerjakan pr, atau sekedar pergi
ke taman belakang sekolah untuk saling bercerita mengenai pengalaman hidup.
Kami benar-benar banyak menghabiskan waktu bersama beberapa bulan ini.
Hingga pada suatu sore, Zaza
mengajakku bermain di pantai dan aku menyetujuinya. Ditemani dengan sisa-sisa
kehangatan matahari yang sebentar lagi akan pergi, kami bermain di sana,
berlari-larian atau sekedar membuat istana dari pasir. Saat jam sudah
menunjukkan pukul setengah enam dan itu artinya sebentar lagi matahari akan
terbenam, Zaza mengajakku berbaring di atas pasir sambil menatap keindahan
siluet jingga yang tengah bersemayam di langit sore pantai itu. Sejenak kami
hanya diam dan menatap dalam-dalam sang surya yang tidak lama lagi akan turun
dan menghilang di ujung pantai sana.
“Apa kau sudah menemukan bagian penting
yang hilang dari kebahagiaanmu, Dinar?” Tanya Zaza. Untuk beberapa saat, aku
diam sambil memikirkan jawaban apa yang tepat untuk menjawab pertanyaan Dinar,
lalu aku menoleh sekilas ke arahnya.
“Entahlah. Saat itu, aku sudah
mengatakannya padamu, bahwa aku bahkan tidak tahu apa bagian yang hilang itu.
Lantas bagaimana aku bisa mengatakan bahwa aku sudah menemukannya atau belum?”
Jawabku.
“Jadi, selama ini kau belum
menyadarinya? Biar aku jelaskan, pada saat kau menceritakan kronologis
kehidupanmu padaku dan menceritakan tentang misi rahasiamu, sebenarnya aku
sudah mengetahui apa jawabannya, hanya saja aku ingin membuatmu menyadarinya
sendiri. Karena itu aku memberimu waktu untuk merasakan dan menyadarinya.”
Jelas Zaza.
“Apa maksudmu, Za? Aku
benar-benar tidak mengerti.” Tanyaku lagi sambil terus memandang matahari yang
sudah siap meluncur ke ujung pantai.
“Kau pernah memikirkan atau
merasakan ketenangan dalam hidupmu? Maksudku, ketenangan dalam menjalani
kehidupan atau menikmati hasil yang sudah kau peroleh. Tidak pernah, bukan?
Mengapa itu bisa terjadi? Jawabannya adalah, ketenanganmu sudah hilang karena
selama ini kau hanya dituntut untuk melakukan yang terbaik tanpa niat yang
sungguh-sungguh dari hatimu, sebenarnya kau sudah jenuh melakukan itu.”
“Lantas?”
Zaza menghembuskan napasnya, diam
sejenak.
“Hidupmu terlalu direncanakan, sehingga membuatmu tidak bisa menikmati dan menjalani hidup dengan enjoy. Saat kau punya masalah atau ada sesuatu yang ingin sekali kau ceritakan kepada seseorang, kau tidak menceritakannya karena kau tidak punya teman untuk berbagi, aku sungguh menyayangkan hal itu. Aku benar-benar tidak menyangka bahwa gadis cantik, pintar, punya segalanya sepertimu ternyata tidak mempunyai ketenangan hidup hingga membuatmu tidak bisa menikmati apapun dari apa yang telah kau peroleh. Jadi, kau sudah mengerti, Dinar?”
“Hidupmu terlalu direncanakan, sehingga membuatmu tidak bisa menikmati dan menjalani hidup dengan enjoy. Saat kau punya masalah atau ada sesuatu yang ingin sekali kau ceritakan kepada seseorang, kau tidak menceritakannya karena kau tidak punya teman untuk berbagi, aku sungguh menyayangkan hal itu. Aku benar-benar tidak menyangka bahwa gadis cantik, pintar, punya segalanya sepertimu ternyata tidak mempunyai ketenangan hidup hingga membuatmu tidak bisa menikmati apapun dari apa yang telah kau peroleh. Jadi, kau sudah mengerti, Dinar?”
Aku diam termenung memikirkan
kata demi kata yang keluar dari mulut Zaza barusan. Oh Tuhan, aku benar-benar
tidak menyangka masalah apa yang tengah aku hadapi, apa yang sedang aku cari.
Kalau saja sampai sekarang Zaza tidak hadir dalam hidupku, maka apa yang akan
terjadi selanjutnya? Aku benar-benar tidak bisa membayangkannya.
“Hei, Dinar! Kenapa kau diam?
Jadi sudah mengerti? Sejak kita berteman seperti ini, kau jadi terlihat lebih
menikmati hidupmu, mungkin karena sekarang kau sudah punya teman untuk berbagi,
jadi hidupmu tidak lagi terbebani.” Ucap Zaza naik satu oktaf hingga berhasil
membuyarkan lamunanku.
“Sungguh, aku benar-benar tidak
menyangka dengan teori yang barusan kau katakan! Berteman denganmu membuatku
jadi gila begini. Hahaha…” ledekku.
“Hei, aku tidak sedang berbicara
tentang teori-teori yang membosankan itu. Satu hal lagi, aku bukan seseorang
yang bisa membuatmu menjadi gila, kau gila karena ulahmu sendiri!”
“Aku hanya bercanda, Za. Lagipula
tidak mungkin aku gila hanya gara-gara gadis sepertimu. Aku ini orang yang kuat
terhadap serangan. jadi selesai sudah misi kita, Za! Kita sudah menemukan
semuanya!”
“Aku tidak menyelesaikan misi apa
pun, itu hanya misimu! Karena, aku sudah tahu dari awal. Hahaha…”
Jadi, kira-kira begitulah
pertengkaranku dengan Zaza yang menjadi hiburan saat matahari mulai terbenam
sepenuhnya. Pertengkaran yang normal terjadi antara dua orang sahabat, sahabat
baruku. Jingga perlahan memudar dan berganti menjadi hitam pekat. Ditemani
indahnya langit malam berhiaskan bulan dan taburan bintang, kami melangkahkan
kaki pulang ke rumah dengan pikiran yang berkecamuk di otak masing-masing.
Sungguh, Tuhan telah mengajariku
arti hidup yang sebenarnya. Melalui Zaza, aku belajar tentang arti hidup dan
cara menikmatinya. Hingga sekarang, aku benar-benar tidak menyangka bahwa yang
hilang dari hidupku hanya sebuah ketenangan, yang ternyata bisa menjadi hal
yang penting ketika ketenangan itu perlahan memudar. Rasanya ada yang hilang,
ada yang tidak lengkap. Seperti siang tanpa matahari atau seperti malam tanpa
bintang. Tamat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Still Confused? NoProb! Ask me here^^